Autis - Definisi Apa itu Autis, Ciri, dan Faktor Penyebab
Kita sering mendengar kata autis, bahkan sebagian orang mungkin menjadikan ini bahasa sehari-hari untuk bercanda. Sayangnya, hal semacam ini bukan candaan yang bagus. Tapi mari saat ini kita fokus untuk membahas definisi apa itu autis, ciri, faktor penyebab, dan penanganan autis.
Tulisan ini tidak untuk digunakan sebagai bahan untuk self diagnosis, hanya sebagai rujukan dan referensi ilmiah. Segera kunjungi psikolog atau psikiater terdekat untuk konsultasi dan mendapat penanganan yang tepat.
img: https://www.startstemcells.com/how-to-know-signs-and-symptoms-of-autism-spectrum-disorder.html |
Definisi Autis
Istilah autis disampaikan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada beberapa definisi yang diutarakan beberapa pakar. Chaplin mengatakan: “Autisme sebagai langkah berpikiran yang dikontrol oleh keperluan individual atau oleh diri kita, menyikapi dunia berdasar pandangan dan keinginan sendiri, dan menampik realita, keasikan berlebihan dengan pemikiran dan fantasi sendiri”.
Ahli lain menjelaskan: “Autis Adalah ketidaknormalan perubahan yang sampai yang sampai saat ini tidak ada pengobatannya dan masalahnya bukan hanya memengaruhi kekuatan anak untuk belajar dan berperan di dunia luar tapi juga kekuatannya untuk melangsungkan jalinan dengan anggota keluarganya.”
Ciri-Ciri Pengidap Autis
Karakter ciri khas pada anak autistik ialah:
- Perubahan jalinan sosial yang terusik,
- Masalah perubahan dalam komunikasi verbal dan non-verbal,
- Skema sikap yang unik dan terbatas,
- Realisasi masalahnya muncul pada 3 tahun yang pertama.
- Autisme sebagai gabungan dari beberapa ketidakberhasilan perubahan, umumnya alami masalah pada:
Komunikasi, perubahan bahasa benar-benar lamban atau bahkan juga tidak ada sama sekalipun. Pemakaian kalimat yang tidak sesuai arti yang diartikan. Seringkali berbicara dengan memakai gesture daripada kata-kata; perhatian benar-benar kurang.
Hubungan Sosial, lebih suka menyendiri daripada bersama orang lain; memperlihatkan ketertarikan yang paling kecil untuk berteman; response pada kode sosial seperti contact mata dan senyum benar-benar kurang.
Masalah Sensorik, memiliki sensitifitas indra (pandangan, pendengaran, peraba, pencium dan perasa) yang tinggi sekali atau dapat juga kebalikannya.
Masalah Bermain, anak autistik biasanya kurang mempunyai spontanitas di dalam permainan yang memiliki sifat imajinatif; tidak bisa mengimitasi orang lain; dan tidak memiliki ide.
Sikap, dapat berperangai hiper-aktif atau hipo-pasif; geram tanpa ada alasan jelas; perhatian yang besar sekali di suatu benda; memperlihatkan invasi dalam diri sendiri dan orang lain; alami kesusahan dalam peralihan kegiatan rutin.
Faktor Penyebab Autis
Teori awalnya mengatakan, ada 2 faktor pemicu autisme, yakni:
(1). faktor psikososial, karena orangtua “dingin” dalam mengasuh anak hingga anak jadi “dingin” pula; (2). Teori masalah neuro-biologist yang mengatakan masalah neuroanatomi atau masalah biokimiawi otak.
Pada 10-15 tahun akhir, sesudah tehnologi kedokteran sudah hebat dan riset mulai berbuah hasil. Riset pada kembar sama memperlihatkan ada peluang abnormalitas ini beberapa memiliki sifat genetis karena condong terjadi pada ke-2 anak kembar.
Walau pemicu khusus autisme sampai sekarang ini masih ditelaah, faktor-faktor yang sampai saat ini dipandang pemicu autis ialah: faktor genetik, masalah perkembangan sel otak pada janin, masalah pencernaan, keracunan logam berat, dan masalah auto-imun.
Disamping itu, kasus autisme kerap ada pada anak-anak yang alami permasalahan pre-natal, misalnya: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berumur lebih dari 35 tahun, dan banyak juga dirasakan oleh anak-anak dengan kisah persalinan yang tidak spontan.
Pendekatan Therapy dan Penanganan Autis
Ada 3 pendekatan khusus dalam therapy pada pasien autisme, yakni:
Pendekatan Psiko-dinamis
Pendekatan therapy fokus psikodinamis pada pribadi autistik berdasar anggapan jika pemicu autisme ialah ada penampikan dan sikap orangtua yang “dingin” dalam mengasuh anak. Therapy Bettelheim dilaksanakan dengan menghindari anak dari tempat tinggal dan pemantauan orangtua. Sekarang therapy dengan pendekatan psikodinamis tidak demikian wajar dipakai karena anggapan dasar dari pendekatan ini sudah dipungkiri oleh bukti-bukti yang mengatakan jika autis bukan karena salah bimbingan tetapi disebabkan karena masalah peranan otak.. Pendekatan yang fokus Psiko-dinamis dikuasai oleh teori-teori awalan yang melihat autisme sebagai satu permasalahan ketidakteraturan emosional.
Pendekatan Behaviorial
Pendekatan Behavioral sudah bisa dibuktikan bisa membenahi sikap pribadi autistik. Pendekatan ini sebagai macam dan peningkatan teori belajar yang sebelumnya terbatas pada mekanisme pengendalian ganjaran dan hukuman (penghargaan and punishment). Konsepnya ialah mengajari sikap yang sama sesuai dan diharap dan kurangi/mengeliminir sikap-perilaku yang keliru pada pribadi autistik.
Pendekatan ini mengutamakan pada pengajaran khusus yang diprioritaskan pada peningkatan kekuatan akademis dan ketrampilan-keahlian yang terkait dengan pengajaran.
Sekarang ini ada banyak mekanisme behavioral yang diaplikasikan pada pribadi dengan keperluan khusus seperti autis:
Operant Conditioning (ide belajar umpan)
Pendekatan umpan sebagai implementasi beberapa prinsip teori belajar langsung. Konsep pemberian ganjaran dan hukuman: sikap yang positif akan memperoleh resiko positif (reward), kebalikannya sikap negatif akan mendapatkan resiko negatif (punishment). Dengan begitu diharap pokok dan arah khusus dari pendekatan ini yakni meningkatkan dan tingkatkan sikap positif, dan kurangi sikap negatif yang tidak produktif.
Cognitive Learning (ide belajar kognitif)
Susunan edukasi pada pendekatan ini sedikit berlainan dengan ide belajar umpan. Konsentrasinya lebih ke berapa baik pengetahuan pribadi autistik pada apa yang diharap oleh lingkungan. Pendekatan ini memakai ganjaran dan hukuman agar semakin memperjelas apa yang diharap lingkungan pada anak autistik. Konsentrasinya ialah pada berapa baik seorang pasien autistik bisa pahami lingkungan disekelilingnya dan apa yang diharap oleh lingkungan itu pada dianya. Latihan rileksasi sebagai wujud lain dari pendekatan kognitif. Latihan ini diprioritaskan pada kesadaran dengan memakai tarikan napas panjang, pelemasan otot-otot, dan perumpamaan visual untuk menetralkan kegundahan.
Social Learning (ide belajar sosial)
Ketakmampuan dalam merajut hubungan sosial sebagai permasalahan khusus dalam autisme, karenanya pendekatan ini mengutamakan pada keutamaan training ketrampilan sosial (social skills pelatihan). Tehnik yang kerap dipakai dalam mengajari sikap sosial positif diantaranya: modelling (pemberian contoh), role playing (permainan peran), dan rehearsal (latihan/perulangan). Pendekatan belajar sosial membahas sikap dalam soal kerangka sosial dan implementasinya dalam peranan individual.
Salah satunya wujud modifikasi dari interferensi behavioral yang banyak di aplikasikan di pusat-pusat therapy di Indonesia ialah tehnik modifikasi tatalaksana sikap oleh Ivar Lovaas. Therapy ini memakai konsep mengajar-belajar untuk mengajari suatu hal yang kurang atau mungkin tidak dipunyai anak autis. Misalkan anak diajar berperhatian, mengikuti suara, memakai kalimat, bagaimana bermain. Hal yang alami dapat dilaksanakan anak-anak biasa, tapi tidak dipunyai anak penyandang autisme.
Semua ketrampilan yang ingin diberikan ke penyandang autisme diberi secara berkali-kali dengan memberikan imbalan jika anak memberikan tanggapan yang bagus. awalannya imbalan dapat berupa nyata seperti mainan, minuman atau makanan. Tapi dikit demi sedikit imbalan atas kesuksesan anak itu ditukar dengan imbalan sosial, misalkan sanjungan, dekapan dan senyum.
Beberapa bentuk psikoterapi memakai pendekatan behavioral (behavior terapi) ke anak/pribadi dengan ASD, mengambil sumber pada teori belajar, terutamanya pengondisian umpan Skinner. Sudut pandang behaviorisme Skinner melihat pribadi sebagai organisme yang koleksi kelakuannya didapatkan lewat belajar.
Skinner membandingkan dua type tanggapan perilaku: informan dan umpan (operant). Tanggapan (perilaku) selalu didului oleh stimulan dan perilaku informan didapat lewat belajar dan dapat dikondisikan.
Skinner percaya kecondongan organisme untuk mengulang-ulang atau hentikan kelakuannya di masa depan bergantung di hasil atau resiko (pemerkuat/positive dan negative reinforcer) yang didapat oleh organisme/pribadi dari kelakuannya itu.
Beberapa pakar teori belajar membagikan pemerkuat (reinforcer) jadi dua:
Pemerkuat primer (unconditioned reinforcer), ialah peristiwa atau object yang mempunyai karakter perkuat secara inheren tanpa lewat proses belajar misalnya: makanan untuk yang lapar; sedang
Pemerkuat sekunder (pemerkuat sosial) sebagai hal, peristiwa, atau object perkuat tanggapan lewat pengalaman pengondisian atau proses belajar ke organisme. Walau menurut Skinner nilai pemerkuat sekunder belum pasti sama pada tiap orang, tetapi pemerkuat sekunder mempunyai daya yang besar untuk pembangunan dan pengaturan perilaku.
Thorndike dan Watson melihat jika “organisme dilahirkan tanpa karakter-sifat sosial atau psikis; sikap ialah dari hasil pengalaman; dan sikap di gerakkan atau dimotivasi oleh keperluan untuk perbanyak kesenangan dan kurangi kesengsaraan”.
Behavioris lewat beberapa uji coba misalnya: sistem pelaziman classic (classical conditioning), operant conditioning, dan ide belajar sosial (social learning) mengaitkan jika manusia benar-benar plastis hingga bisa secara mudah dibuat oleh lingkungan.
Autisme dari Segi Klinis
Interferensi biologis meliputi pemberian obat dan vitamin ke pribadi autis. Pemberian obat tidak terlalu menolong untuk mayoritas anak autistik. Secara farmakologis cuman sekitaran 10-15% pengidap autisme yang pas dan tertolong oleh pemberian beberapa obat dan vitamin.
Demikian tulisan yang membahas tentang definisi apa itu autis, ciri-ciri, faktor penyebab, dan penanganan autis. Semoga dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk orang lain.
Untuk Konsultasi Khusus mengenai autis, kunjungi web https://autisme.co.id/